Mengungkap Kasus Reklamasi Ilegal di Pulau Pari
Pulau Pari, Kepulauan Seribu, menjadi sorotan setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyegel proyek reklamasi ilegal yang dilakukan oleh PT CPS. Penyegelan ini dilakukan karena proyek tersebut tidak sesuai dengan izin yang telah diajukan ke KKP. Apa sebenarnya yang terjadi di Pulau Pari?
Penyegelan Proyek Reklamasi Ilegal
Stafsus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto Darwin, menyatakan bahwa dugaan pelanggaran pemanfaatan ruang laut di Pulau Pari dilakukan oleh PT CPS. Pada 28 Januari 2025, Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dengan Kewenangan Kepolisian Khusus (Polsus PWP3K) Ditjen PSDKP melakukan pengawasan ulang terhadap lokasi kegiatan yang sebelumnya dilaporkan melakukan reklamasi di luar izin yang diberikan.
Hasil pengawasan menunjukkan bahwa tidak ada aktivitas yang berlangsung di lokasi tersebut. Petugas hanya menemukan sejumlah pekerja berjaga dan alat berat yang tidak beroperasi. Untuk memastikan kegiatan dihentikan sepenuhnya, KKP memasang spanduk penghentian kegiatan, disaksikan langsung oleh perwakilan PT CPS.
Aktivitas Reklamasi Ilegal
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan lapangan pada 20 Januari 2025, di mana ditemukan aktivitas reklamasi berupa galian dan urugan substrat seluas kurang lebih 18 meter persegi. Reklamasi tersebut akan digunakan untuk kolam labuh dan sandar kapal. Aktivitas ini melanggar ketentuan dalam Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang diterbitkan pada 12 Juli 2024.
Izin tersebut seharusnya hanya mencakup pembangunan cottage apung dan dermaga wisata di area seluas 180 hektare. Namun, PT CPS melakukan kegiatan reklamasi tanpa izin dan pengerukan menggunakan alat berat, yang kemudian menjadi viral di Pulau Pari.
Tindakan KKP
Untuk memastikan kepatuhan dan mencegah pelanggaran serupa di masa depan, KKP telah menjadwalkan pengumpulan bahan dan keterangan dari pihak PT CPS pada 30 Januari 2025. Kegiatan ini bertujuan untuk mendalami dugaan pelanggaran dan menentukan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku.
KKP menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan kepatuhan terhadap aturan pemanfaatan ruang laut. Setiap kegiatan harus dilakukan sesuai izin dan tidak merugikan lingkungan atau masyarakat pesisir. Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Sakti Trenggono, juga telah menyoroti kasus ini dan menegaskan adanya indikasi penyalahgunaan izin dalam pembangunan pondok wisata di Pulau Pari.
Kesimpulan
Kasus reklamasi ilegal di Pulau Pari menjadi peringatan bagi semua pihak untuk mematuhi aturan yang berlaku dalam pemanfaatan ruang laut. KKP terus melakukan upaya dalam mengawasi dan menindak pelanggaran yang merugikan lingkungan dan masyarakat pesisir. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut demi kesejahteraan bersama.
Terus pantau perkembangan kasus ini untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.