ByteDance, Perusahaan Raksasa China yang Mengajukan Tuntutan pada Anak Magangnya
ByteDance, perusahaan raksasa China yang merupakan induk dari platform media sosial TikTok, baru-baru ini membuat heboh dengan mengajukan tuntutan senilai US$1,1 juta atau sekitar Rp 17,4 miliar pada salah satu anak magangnya. Anak magang yang bernama Tian Keyu diduga melakukan penyerangan terhadap model bahasa besar (LLM) sistem kecerdasan buatan (AI) milik ByteDance.
Kasus ini membuat geger seantero China, terutama karena negara tersebut tengah gencar mengembangkan teknologi kecerdasan buatan secara mandiri tanpa perlu mengandalkan teknologi dari Amerika Serikat. ByteDance menuntut Tian dengan nilai yang cukup besar, yang disebut sebagai nilai kerugian atas tindakan ‘petaka’ yang dilakukan oleh anak magang tersebut.
Tuntutan ini tercatat dalam dokumen gugatan di Pengadilan Distrik Haidian, Beijing, China. Media yang didukung oleh pemerintah, Legal Weekly, melaporkan hal ini berdasarkan informasi yang dikutip dari Reuters pada Kamis, 28 November 2024.
Meskipun gugatan hukum antara perusahaan dan pekerja sudah biasa terjadi di China, namun kasus hukum antara perusahaan dengan anak magang untuk jumlah besar seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Kejadian ini menarik perhatian karena pelatihan LLM AI menjadi sangat penting bagi raksasa teknologi di China saat ini. Teknologi yang dimiliki oleh ByteDance diklaim mampu menghasilkan teks, gambar, dan output lainnya dari sumber data yang besar.
ByteDance sendiri menolak memberikan komentar terkait kasus gugatan hukum ini. Sementara itu, Tian yang diketahui sebagai mahasiswa pascasarjana di Peking University juga tidak memberikan respons atas permintaan konfirmasi yang dilayangkan padanya.
Tian diduga dengan sengaja melakukan sabotase terhadap LLM AI dengan cara memanipulasi kode dan melakukan modifikasi tanpa izin, demikian dilaporkan oleh Legal Weekly. Pada bulan Oktober lalu, ByteDance mengumumkan bahwa mereka telah memberhentikan anak magang tersebut pada bulan Agustus sebelumnya. Namun, ByteDance membantah rumor yang menyebutkan bahwa perusahaan mengalami kerugian jutaan dolar AS dan terdampak pada lebih dari 8.000 GPU-nya sebagai akibat dari insiden ini.
Kasus ini menunjukkan pentingnya keamanan data dan perlindungan kekayaan intelektual dalam pengembangan teknologi kecerdasan buatan. Sebagai perusahaan teknologi besar, ByteDance tentu saja tidak akan tinggal diam ketika ada upaya sabotase terhadap sistem AI yang mereka miliki. Semoga kasus ini dapat memberikan pelajaran bagi para pelaku industri teknologi di China maupun di seluruh dunia.
Selain itu, peristiwa ini juga mencerminkan kompleksitas hubungan antara perusahaan dan pekerja, terutama dalam hal hak kekayaan intelektual dan perlindungan data. Kasus ini juga dapat menjadi peringatan bagi anak magang dan pekerja lainnya untuk selalu bertindak dengan etika dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya, tanpa merugikan perusahaan tempat mereka bekerja.
Dengan demikian, kasus tuntutan ByteDance terhadap Tian Keyu menjadi sorotan yang menarik dalam dunia teknologi dan hukum di China. Semoga kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan memberikan pembelajaran yang berharga bagi semua pihak yang terlibat.
(fab/fab)
Next Article
Donald Trump Janji Bela TikTok Walau Dulu Hajar China