Jakarta, CNBC Indonesia – Industri teknologi Amerika Serikat (AS) terguncang akibat munculnya layanan kecerdasan buatan (AI) DeepSeek dari China. Saham-saham perusahaan teknologi besar mengalami penurunan drastis dan menyebabkan kekayaan 500 orang terkaya di dunia merosot tajam.
DeepSeek telah mengklaim bahwa model AI terbarunya, R1, mampu menyaingi GPT-4.0 dan o1 yang dimiliki OpenAI, dan dikembangkan dengan biaya yang relatif murah, hanya sekitar US$6 juta atau puluhan kali lebih efisien daripada AI buatan AS.
DeepSeek mengklaim bahwa pengembangan AI mereka menggunakan chip lama H800 buatan Nvidia yang masih dapat dijual ke China oleh AS.
Kepopuleran DeepSeek langsung membuat Microsoft dan OpenAI bereaksi, menuduh perusahaan China tersebut mencuri data dari OpenAI untuk pengembangan sistem AI mereka.
Laporan terbaru menyebutkan bahwa DeepSeek diam-diam menggunakan chip canggih yang dilarang dijual oleh AS ke China, yaitu H100 milik Nvidia. Dilaporkan bahwa DeepSeek menggunakan 50.000 GPU H100.
CEO Scale AI, Alexandr Wang, menyatakan bahwa pekerja DeepSeek tidak dapat membicarakan penggunaan chip Nvidia secara terbuka karena melanggar regulasi AI.
“DeepSeek memiliki sekitar 50.000 chip H100 yang tidak dapat mereka umumkan karena larangan ekspor dari AS,” kata Wang dalam wawancara dengan CNBC International.
Wang juga menekankan bahwa akses masa depan terhadap chip-chip tersebut kemungkinan akan semakin dibatasi oleh regulasi AS.
Elon Musk mendukung klaim Wang dengan menyatakan “tentu saja” dalam unggahan di media sosial yang merujuk pada wawancara Wang.
Startup AI dari China seperti DeepSeek dan Qwen saat ini bersaing secara intensif dan memiliki potensi untuk melampaui model-model AS dalam hal efisiensi biaya.
Situasi ini memunculkan pertanyaan mengenai masa depan regulasi AS dalam bidang AI, terutama dengan potensi inovasi dari China yang terus menantang kepemimpinan AI secara global.
(fab/fab)
Artikel Selanjutnya
DeepSeek Curi Data, Peneliti AS Ungkap Modusnya