Risiko dan Tantangan Bisnis Startup: Kasus Byju
Sebuah bisnis, termasuk perusahaan rintisan atau startup, memiliki risiko yang tidak terkecuali meskipun memiliki peluang besar. Salah satu contoh nyata adalah kasus yang menimpa startup India, yaitu Byju. Meskipun valuasinya mencapai US$ 22 miliar (Rp 344 triliun), perusahaan ini terpaksa mengalami kebangkrutan akibat langkah yang salah. Hal ini tidak hanya berdampak pada perusahaan itu sendiri, tetapi juga pada para pegawainya yang menjadi korban ketidakpastian.
Krisis Keuangan dan Dampaknya pada Pegawai Byju
Para pegawai Byju, termasuk pengajar di platformnya, telah lama tidak menerima upah mereka. Dalam laporan Reuters, disebutkan bahwa pengajar di Byju sudah berbulan-bulan tidak menerima pembayaran, sehingga banyak di antara mereka memutuskan untuk berhenti mengajar. Salah satu contohnya adalah Sukirti Mishra, yang sebelumnya menerima sekitar US$ 1.200 per bulan sebagai pengajar matematika di Byju.
Situasi ini membuat Mishra harus rela menerima keluhan dan caci maki dari siswa yang kecewa karena ia tidak dapat memberikan kelas akibat tidak menerima upah. Tidak hanya itu, sekitar 27.000 karyawan Byju yang sudah 3 bulan tidak digaji dilaporkan berencana untuk turun ke jalan atau menggugat perusahaan. Sebanyak 280 pegawai juga sudah mengadu ke pemerintah karena pajak yang dipotong dari gaji mereka tidak dibayarkan oleh Byju.
Tantangan dan Ketidakpastian yang Dialami Pegawai Byju
Pendiri dan CEO Byju, Byjy Raveendran, berusaha menenangkan pegawainya dengan menjanjikan pembayaran gaji setelah ia kembali mengendalikan perusahaan. Namun, saat ini perusahaan sedang dikendalikan oleh petugas yang ditunjuk pengadilan karena sudah berada di tahap likuidasi, mirip dengan PKPU di Indonesia. Penggugat PKPU Byju adalah kreditur asal Amerika Serikat yang geram karena utang sebesar US$ 1 miliar tidak dibayar.
Para pegawai Byju berhadapan dengan ketidakpastian karena proses likuidasi dapat memakan waktu berbulan-bulan. Hukum yang berlaku juga tidak menjamin semua hak para pegawai dipenuhi sebelum kewajiban lain Byju, termasuk utang, dipenuhi. Selain itu, perusahaan ini juga terus mengalami masalah lain yang membuat investor kehilangan kepercayaan.
Dampak Finansial pada Investor dan Saham Byju
Prosus, salah satu investor terbesar di Byju dengan kepemilikan 9,6%, mengalami penurunan nilai aset mereka karena nilai saham Byju turun drastis. Saham Prosus di Byju yang sempat mencapai US$ 2,1 miliar saat valuasi perusahaan tertinggi, kini dianggap tidak memiliki nilai. Bahkan dalam laporan kuartal terbaru, Prosus menyatakan bahwa saham mereka di Byju tidak memiliki nilai karena penurunan nilai bagi pemodal ekuitas.
Perusahaan teknologi pendidikan ini beroperasi di Asia Selatan dan Timur Tengah, namun saat ini sedang menghadapi masalah keuangan dan tata kelola yang serius. Investor, seperti HSBC, menilai harga saham Byju nyaris tidak memiliki nilai dan kepemilikan saham oleh Prosus tidak lagi layak untuk diperhitungkan.
Penutup
Kasus Byju menjadi pembelajaran penting bagi bisnis startup tentang pentingnya tata kelola yang baik dan pengelolaan keuangan yang cermat. Dampak dari kegagalan sebuah perusahaan tidak hanya dirasakan oleh pemiliknya, tetapi juga oleh para pegawai dan investor yang telah mempercayakan dananya. Semua pihak harus belajar dari kasus ini agar dapat menghindari risiko serupa di masa depan.
(ayh/ayh)
Next Article
Startup Rp344 T Kini Tak Berharga, Karyawan Panik Upah Gak Dibayar!