Mengapa Masyarakat Tetap Berlibur Meskipun Daya Beli Turun?
Di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang sedang mengalami penurunan daya beli dan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), masyarakat masih tetap mencari hiburan. Hal ini terbukti dengan banjirnya pengunjung di tempat-tempat hiburan selama masa libur panjang Isra Mikraj dan Imlek. Meskipun banyak yang mengatakan bahwa daya beli turun dan jumlah kelas menengah berkurang, namun fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat tetap mencari kebahagiaan dalam hal-hal yang terjangkau.
Perspektif Pakar Bisnis
Menurut Pakar Bisnis Profesor Rhenald Kasali, masyarakat saat ini mencari kemewahan yang terjangkau sebagai bentuk hiburan. Dalam unggahannya di Instagram, Rhenald menyatakan bahwa meskipun kondisi ekonomi sulit, orang masih mencari cara untuk menghibur diri. Libur panjang yang ada dan jumlah hari libur yang cukup banyak di tahun ini membuat masyarakat tetap aktif mencari aktivitas hiburan.
“Masyarakat selalu mencari kemewahan bagi dirinya, untuk menghibur diri, untuk mendapatkan kebahagiaan, tetapi yang dicari adalah semakin yang terjangkau,” kata Rhenald.
Fenomena Lipstick Effect
Rhenald juga mengaitkan fenomena ini dengan istilah “lipstick effect”, yaitu perubahan gaya konsumsi yang terjadi pada kondisi ekonomi tertentu. Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Chairman Emeritus The Estée Lauder Companies Inc Leonard Lauder saat tragedi 9/11 di Amerika Serikat. Pada saat itu, penjualan lipstick justru meningkat meskipun kondisi ekonomi sedang sulit.
Rhenald juga memberikan contoh lain dengan pembelian barang mewah seperti mobil. Meskipun tidak masuk dalam budget, banyak orang tetap berupaya membeli mobil sesuai keinginan. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat selalu mencari alternatif yang lebih terjangkau dalam memenuhi kebutuhan kemewahan.
Experience Economy
Sementara itu, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa fenomena pergeseran belanja masyarakat ke hal-hal berbau hiburan disebut sebagai experience economy. Ini merupakan bentuk pelarian dari situasi ekonomi yang sulit.
Bhima menekankan pentingnya sikap bijak dalam menghadapi booming experience economy. Meskipun masyarakat tertarik untuk berlibur dan mencari hiburan, Bhima menyarankan agar tetap memiliki skala prioritas dalam belanja. Prioritaskan kebutuhan pokok seperti makanan, minuman, dan cicilan wajib sebelum mengalokasikan dana untuk aktivitas hiburan.
“Sebisa mungkin tidak memaksa ke tempat hiburan dengan pinjaman misalnya adalah keputusan yang bijak,” tambah Bhima.
Akhir Kata
Dalam kondisi ekonomi yang sulit, masyarakat tetap mencari cara untuk menghibur diri dan mendapatkan kebahagiaan. Meskipun daya beli turun, fenomena “lipstick effect” dan experience economy menunjukkan bahwa masyarakat selalu mencari alternatif yang terjangkau untuk memenuhi kebutuhan kemewahan. Penting bagi setiap individu untuk memiliki sikap bijak dalam mengelola keuangan dan mengalokasikan dana untuk aktivitas hiburan. Dengan demikian, masyarakat dapat tetap menikmati hidup meskipun dalam kondisi ekonomi yang sulit.