Indonesia dan Perubahan Iklim: Dampak Keputusan Amerika Serikat
Tetap update dengan berita terbaru secara gratis
Daftar untuk menerima Ringkasan myFT Perubahan Iklim — langsung ke kotak masuk Anda.
Indonesia, salah satu negara penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia, meragukan kegunaan perjanjian Paris setelah Presiden Donald Trump mengumumkan AS akan menarik diri dari kesepakatan iklim global.
Utusan iklim dan energi Jakarta mengatakan target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca bagi negara seperti Indonesia tidak adil ketika AS, sebagai pelaku sejarah terbesar di dunia, membatalkan komitmen iklimnya.
“Jika AS, yang saat ini menjadi pelaku terbesar kedua setelah China, menolak untuk mematuhi perjanjian internasional, mengapa negara seperti Indonesia harus mematuhi?” kata Hashim Djojohadikusumo dalam sebuah konferensi di Jakarta pada Jumat.
Ketidakpastian Pasca Keputusan AS
Komentarnya muncul hanya beberapa hari setelah Financial Times melaporkan bahwa pejabat di Argentina sedang membahas proposal untuk meninggalkan perjanjian Paris. Ini akan membuat Argentina menjadi negara kedua yang meninggalkan kesepakatan 2015 yang ditandatangani hampir 200 negara.
Dalam beberapa jam setelah dilantik, Presiden Trump menandatangani perintah eksekutif untuk menarik AS dari perjanjian Paris untuk kedua kalinya, setelah sebelumnya keluar selama masa jabatannya yang pertama. Tidak ada negara lain yang mengikuti langkah tersebut, namun langkah terbaru ini menimbulkan kekhawatiran bahwa hal itu akan merusak tindakan iklim global.
Keadilan dalam Emisi Karbon
“Ini masalah keadilan. Indonesia 3 ton, Amerika 13 ton… Dimana keadilan dalam hal itu?” kata Hashim, merujuk pada angka emisi karbon dioksida per kapita.
Negara-negara berkembang telah lama menyerukan negara kaya untuk memimpin dalam mengatasi perubahan iklim dengan mengubah sistem energi mereka dari pembakaran bahan bakar fosil yang menjadi penyebab utama perubahan iklim.
Tantangan Indonesia dalam Mengurangi Emisi
Semua negara, termasuk Indonesia, diharapkan untuk mengajukan target nasional baru untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada bulan Februari ini sesuai kesepakatan Paris. Namun banyak di antaranya, termasuk blok Uni Eropa, diperkirakan akan melewatkan batas waktu tersebut.
Indonesia menempati peringkat keenam sebagai negara penghasil polusi terbesar di dunia karena ketergantungannya yang tinggi pada batu bara. Negara ini menghasilkan 66 persen listriknya dari batu bara dan terus membangun pembangkit listrik tenaga batu bara baru untuk mendukung pertumbuhannya, termasuk produksi nikel yang membutuhkan energi tinggi. Indonesia adalah pemasok teratas nikel, yang penting untuk produksi baja tahan karat dan baterai untuk kendaraan listrik.
Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, berjanji untuk menghentikan penggunaan batu bara pada tahun 2040, namun analis telah mengatakan bahwa hal itu merupakan target yang agresif bagi negara yang sejauh ini gagal memenuhi semua tujuan iklimnya.
Tantangan Keuangan dalam Transisi Energi
Indonesia akan memerlukan perombakan kebijakan yang dramatis dan investasi besar dalam energi terbarukan untuk memenuhi janjinya, namun negara ini kesulitan untuk mendapatkan dana yang cukup. Diperkirakan bahwa Indonesia akan membutuhkan setidaknya $1,2 triliun hingga tahun 2050 untuk energi bersih, penyimpanan dan jaringan transmisi, serta sekitar $28 miliar untuk pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara.
Namun Hashim mengatakan bahwa ia percaya program keuangan sebesar $20 miliar yang disepakati untuk membantu Indonesia beralih dari batu bara akan “pasti dibatalkan” oleh AS di bawah pemerintahan Trump. Kemitraan Transisi Energi Adil tersebut “adalah program gagal,” katanya.
Perjuangan Indonesia dalam Mendapatkan Dukungan Keuangan
Indonesia telah beberapa kali mengeluh tentang JETP sejak diluncurkan pada 2022, yang dipimpin oleh AS dan Jepang dan didukung oleh janji modal swasta melalui kelompok sektor perbankan yang dikenal sebagai Gfanz. Diklaim sebagai pendanaan terbesar seperti itu, sedikit dari dana itu yang telah disalurkan, sementara aliansi perbankan telah kehilangan banyak anggotanya.
Kedua belah pihak telah menyetujui rencana investasi dan kebijakan dalam paket pendanaan tersebut, namun ada beberapa titik perselisihan. Indonesia mengatakan negara donor menolak untuk mendanai pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara. Jakarta juga menolak untuk menambahkan pembangkit listrik tenaga batu bara off-grid yang digunakan oleh pengolahan mineral dalam rencana pengurangan emisinya.
Masih Ada Harapan
Mengikuti keputusan Trump untuk meninggalkan perjanjian Paris, kepala iklim PBB, Simon Stiell, mengatakan peralihan ke energi bersih adalah “kesepakatan pertumbuhan ekonomi dekade ini”.
“Pintu tetap terbuka untuk perjanjian Paris, dan kami menyambut keterlibatan konstruktif dari semua negara,” tambahnya.
Climate Capital

Di mana perubahan iklim bertemu dengan bisnis, pasar, dan politik. Jelajahi liputan FT di sini.
Apakah Anda ingin tahu tentang komitmen keberlanjutan lingkungan FT? Temukan lebih lanjut tentang target berbasis sains kami di sini